The Shadow Strays (2024) adalah film aksi-drama penuh emosi karya sutradara Timo Tjahjanto, yang dikenal dengan karya brutal dan sinematiknya seperti The Night Comes for Us dan May the Devil Take You. Kali ini, ia membawa kisah seorang pembunuh muda yang terjebak di antara bayangan masa lalunya dan cahaya kemanusiaan yang mulai ia temukan.
SINOPSIS
The Shadow Strays (2024) mengikuti kisah Codename 13 (Aisha Han), seorang pembunuh bayaran berusia 17 tahun yang dibesarkan di bawah organisasi rahasia internasional bernama The Division. Sejak kecil, ia dilatih tanpa empati, menjadikan dirinya mesin pembunuh sempurna. Namun, setelah misi gagal di Jepang yang berujung pada tewasnya sandera sipil, ia diskors dan dijauhi oleh rekan-rekannya.
Dalam pelarian, Codename 13 tiba di kota kecil bernama Yokohama, di mana ia bertemu Monji (Taketo Kimura), seorang bocah 11 tahun yang baru kehilangan ibunya dalam kecelakaan misterius. Bocah itu hidup di jalanan, tanpa arah dan harapan. Saat melihat refleksi dirinya yang dulu dalam sosok Monji, Codename 13 tergerak untuk melindunginya — meski itu berarti melawan dunia yang telah menciptakannya.
Kehadiran Monji perlahan melunakkan sisi manusiawi Codename 13 yang telah lama terkubur. Ia mulai belajar arti kepercayaan, kasih sayang, dan pengorbanan. Namun, bayangan masa lalunya tak tinggal diam. The Division mengirim tim pemburu elit yang dipimpin Kane (Joe Taslim), mentornya sendiri, untuk menghabisi Codename 13 karena dianggap berkhianat dan membawa ancaman bagi organisasi.
Film The Shadow Strays (2024) berkembang menjadi kisah pelarian yang penuh aksi dan emosi. Adegan laga disajikan dengan gaya khas Timo Tjahjanto — cepat, brutal, dan sangat koreografis. Pertarungan tangan kosong, kejar-kejaran di lorong sempit, serta baku tembak di atap gedung tinggi digarap dengan intensitas luar biasa.
Namun di balik semua darah dan peluru, film ini menyimpan pesan mendalam tentang kemanusiaan. Codename 13 bukan hanya melarikan diri dari organisasi, tetapi juga dari dirinya sendiri — dari rasa bersalah, trauma, dan keputusasaan. Ia mulai menyadari bahwa tidak ada yang benar-benar “lahir jahat,” bahwa bahkan bayangan memiliki cahaya jika diberi kesempatan untuk berubah.
Hubungan antara Codename 13 dan Monji menjadi inti emosional film ini. Dalam beberapa adegan menyentuh, keduanya bersembunyi di rumah tua tepi laut, tempat Monji belajar cara bertahan hidup, dan Codename 13 belajar cara menjadi manusia. Dalam keheningan malam, Monji bertanya: “Apakah orang jahat bisa jadi baik kalau dia menyesal?” — pertanyaan sederhana yang menembus hati sang pembunuh muda.
Klimaks The Shadow Strays (2024) terjadi saat Codename 13 memutuskan untuk kembali melawan The Division demi menyelamatkan Monji. Dalam adegan pertarungan terakhir di stasiun bawah tanah Tokyo, ia menghadapi Kane dalam duel brutal yang menggambarkan benturan antara masa lalu dan masa depan. Luka demi luka tak hanya fisik, tapi juga batin, hingga akhirnya Codename 13 memilih pengorbanan terakhir — membiarkan dirinya tertembak agar Monji bisa kabur dan hidup bebas.
Adegan penutup memperlihatkan Monji berjalan sendirian di bawah salju, membawa kalung kecil milik Codename 13. Kamera menyorot langit gelap yang perlahan memutih, menandakan bahwa bahkan bayangan pun bisa memudar di bawah cahaya penyesalan.
Dengan sinematografi gelap, tone biru dingin, dan musik latar melankolis khas Timo Tjahjanto, The Shadow Strays (2024) menghadirkan perpaduan aksi, tragedi, dan keindahan visual yang mengguncang emosi penonton. Film ini bukan sekadar kisah pembunuh muda, melainkan perjalanan spiritual seseorang yang belajar untuk memaafkan dirinya sendiri di tengah dunia yang kejam.
The Shadow Strays (2024) adalah bukti bahwa sinema Asia Tenggara mampu bersaing di panggung internasional — memadukan gaya aksi Hollywood dengan jiwa emosional khas Timur.
Tonton langsung The Shadow Strays (2024) subtitle Indonesia hanya di Filmkita21, dan saksikan kisah menggetarkan tentang penebusan, pengkhianatan, dan cinta dalam bayang-bayang maut.